Ananda Donie | Bengkalis, Riau
anandadonie.blogspot.com - Hari masih terlalu pagi,
suasana masih gelap. Tapi saya harus bergegas pergi di tengah rintik hujan. Kepergian kali ini merupakan kepergian yang cukup penting dan bersejarah bagi saya. Karena ini perjalanan menuju tempat si "seksi", Pulau Padang. Kali ini saya hendak mengunjungi salah satu desa yang katanya mayoritas penduduknya masih menentang keberadaan perusahaan HTI di daerah mereka.
Kali ini saya pun menumpang kendaraan roda empat milik perusahaan HTI tersebut, PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Tim yang berangkat pagi itu ada sekitar 8 orang, termasuk supirnya. Mereka merupakan tim dari Community Development (CD) RAPP yang bertugas menjalankan berbagai program Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan di sekitar area operasional mereka. Salah satunya Pulau Padang.
Keberangkatan dari Balai Pelatihan dan Pengembangan Usaha Terpadu (BPPUT) Pangkalan Kerinci menuju Pelabuhan Tanjung Buton, Kabupaten Siak menempuh jarak sekitar 2 jam perjalanan. Setibanya di pelabuhan itu, kami pun harus menunggu speedboat milik perusahaan tersebut yang akan membawa kami menuju dermaga di Desa Lukit, Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya kami pun dijemput dengan speedboat tersebut. Perjalanan memakan waktu sekitar 30 menit menuju dermaga Desa Lukit.
Setibanya di sana, sudah ada beberapa warga yang duduk di atas kendaraan roda dua mereka, ternyata mereka menunggu kedatangan kami. Mereka pun mengajak kami menaiki kendaraan mereka guna mencapai Kantor Desa Lukit. Ternyata di sana akan dilaksanakan acara gotong royong yang diikuti oleh beberapa karyawan dari perusahaan tersebut dan masyarakat setempat.
Tak hanya warga Desa Lukit, tapi ternyata ada juga karyawan RAPP dari Estate Pulau Padang yang ikut dalam acara tersebut. Jumlahnya cukup banyak, sekitar 40 orang. Sementara masyarakat yang hadir pun tak kalah jumlah, berkisar 30 orang. Tanpa perlu waktu lama, semua warga pun berkumpul di depan halaman bangunan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Untuk beberapa saat, Kepala Desa Lukit, Edi Gunawan memberikan kata sambutan, dilanjutkan dengan sambutan dari Head of CD RAPP, Amru Mahalli. Setelah sambutan tersebut, merekapun bubar barisan dan mengambil perlengkapan masing-masing, dan gotong royong pun dimulai.
Ada yang membersihkan halaman kantor desa, halaman Posyandu, serta halaman PAUD, ada juga yang mengecat bangunan Posyandu dan PAUD, ada yang membersihkan bangunan-bangunan tersebut dari dalam. Semua dikerjakan dengan penuh semangat, sesekali mereka bercanda satu sama lain dalam suasana yang penuh dengan keakraban.
Inilah yang namanya gotong royong kekeluargaan, yang merupakan budaya asli Indonesia, pikirku. Hujan memang sudah tidak turun lagi, tapi mentari juga enggan menampakkan diri, sepertinya langit begitu bersahabat siang itu. Meski waktu menunjukkan pukul 12 siang, namun tak sedikitpun tampak raut lelah di wajah mereka. Mungkin karena semangat dan senyum mereka, juga didukung oleh lingkungan yang tidak terik siang itu. Sungguh, sebuah pemandangan yang indah untuk dinikmati.
Setelah usai kegiatan membersihkan, acara pun dilanjutkan dengan makan bersama. Nasi yang disuguhkan disediakan dalam kotak makanan. Rupanya nasi tersebut dipersiapkan langsung oleh istri sang kepala desa dengan dibantu ibu-ibu tetangga. Kamipun makan dengan lahapnya. Duduk bersila dan berbaur dengan masyarakat hingga nasi dalam kotakpun tandas tak bersisa.
Setelah kenyang dengan santapan siang itu. Saya pun bergegas untuk melaksanakan sholat dzuhur. Setelah ditanya-tanya, ternyata untuk ke mushalla terdekat jaraknya cukup jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki. Akhirnya, saya pun memberanikan diri untuk menumpang sholat di rumah warga yang berada dekat dengan PAUD tempat kami melakukan gotong royong.
Alhamdulillah, ibu yang punya rumah mempersilahkan saya untuk sholat di kediamannya. Selesai melaksanakan sholat, saya pun beranjak ke teras depan, melewati kios kecil milik ibu Normah, ibu yang mempersilahkan saya sholat di rumahnya. Sambil mengenakan kembali sepatu sport kesayanganku, kami pun berbincang cukup lama.
Awalnya ia menanyakan dari mana asal kami yang beramai-ramai datang ke desanya. Ia juga mengatakan belum pernah melihat ada perusahaan yang mau sama-sama membersihkan tempat di desanya bersama warga desa. Tak lama berbincang, saya pun kemudian bertanya bagaimana pendapatnya mengenai pro kontra masyarakat terhadap masuk nya perusahaan.
Dan inilah jawabannya, ''Sekarang ni sunyi nak, senyap. Coba ada perusahaan masuk, kan bisa ramai. Sekarang dah turun penghasilan dari kedai,'' ujarnya. Mendengar pernyataannya itu, saya pun tertarik untuk bertanya lebih lanjut. ''Tapi Bu, jika ada perusahaan yang masuk, nanti lahan Ibu bagaimana? Katanya masih tumpang tindih dan ada yang masuk dalam wilayah konsesi perusahaan,'' ujar saya.
Lalu ia menjawab, ''Kan tak bodohlah pemerintah tu (kan pemerintah tidak bodoh, red), jika nanti perusahaan masuk kampung kami tenggelam, tak mungkin pemerintah mau perusahaan masuk sini. Kalau lahan kami, katanya ada lahan yang tidak diganggu perusahaan, tapi itu terserah kita, mau di sagu hati atau tidak,'' ujarnya.
Saya balik bertanya, ''Kenapa punya pikiran seperti itu, Bu?,'' Ia pun menjelaskan, menurut dua anaknya yang sedang merantau di Pulau Sumatera, jika ada industri di wilayah tersebut, sedikit banyak akan ada perubahan di daerah tersebut. Daerah jadi maju, banyak perkembangannya dan tidak terisolir lagi. Itulah mengapa ia senang jika perusahaan bisa masuk ke desa nya.
''Anak saya bilang, kalau ada industri, pastilah daerah tu jadi maju,'' ujarnya.
Setelah perbincangan siang itu, saya pun beranjak untuk kembali berkumpul dengan rombongan yang melaksanakan gotong royong. Terlebih dahulu saya berpamitan.
Selesai gotong royong dan makan siang, kami pun kembali berkumpul dan selanjutnya kembali lagi ke Pangkalan Kerinci dengan menumpang speedboat dan mobil yang sama. Perjalanan singkat tersebut membuka pikiran saya akan pentingnya investasi guna mendorong percepatan pembangunan khususnya di daerah-daerah yang terisolir. Hanya saja, perlu adanya tanggung jawab yang besar dan kepedulian yang berlandaskan kebutuhan masyarakat yang perlu diperhatikan oleh perusahaan.
Sementara pemerintah harus berperan menjadi pengawas yang senantiasa mengawasi dan mengontrol jalannya operasional perusahaan agar tetap dalam 'koridor'nya. Dengan begitu akan timbul win win solution, masyarakat sejahtera, pemerintah dipercaya, dan perusahaan pun bisa berjaya. (*)
suasana masih gelap. Tapi saya harus bergegas pergi di tengah rintik hujan. Kepergian kali ini merupakan kepergian yang cukup penting dan bersejarah bagi saya. Karena ini perjalanan menuju tempat si "seksi", Pulau Padang. Kali ini saya hendak mengunjungi salah satu desa yang katanya mayoritas penduduknya masih menentang keberadaan perusahaan HTI di daerah mereka.
Kali ini saya pun menumpang kendaraan roda empat milik perusahaan HTI tersebut, PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Tim yang berangkat pagi itu ada sekitar 8 orang, termasuk supirnya. Mereka merupakan tim dari Community Development (CD) RAPP yang bertugas menjalankan berbagai program Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan di sekitar area operasional mereka. Salah satunya Pulau Padang.
Keberangkatan dari Balai Pelatihan dan Pengembangan Usaha Terpadu (BPPUT) Pangkalan Kerinci menuju Pelabuhan Tanjung Buton, Kabupaten Siak menempuh jarak sekitar 2 jam perjalanan. Setibanya di pelabuhan itu, kami pun harus menunggu speedboat milik perusahaan tersebut yang akan membawa kami menuju dermaga di Desa Lukit, Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya kami pun dijemput dengan speedboat tersebut. Perjalanan memakan waktu sekitar 30 menit menuju dermaga Desa Lukit.
Setibanya di sana, sudah ada beberapa warga yang duduk di atas kendaraan roda dua mereka, ternyata mereka menunggu kedatangan kami. Mereka pun mengajak kami menaiki kendaraan mereka guna mencapai Kantor Desa Lukit. Ternyata di sana akan dilaksanakan acara gotong royong yang diikuti oleh beberapa karyawan dari perusahaan tersebut dan masyarakat setempat.
Tak hanya warga Desa Lukit, tapi ternyata ada juga karyawan RAPP dari Estate Pulau Padang yang ikut dalam acara tersebut. Jumlahnya cukup banyak, sekitar 40 orang. Sementara masyarakat yang hadir pun tak kalah jumlah, berkisar 30 orang. Tanpa perlu waktu lama, semua warga pun berkumpul di depan halaman bangunan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Untuk beberapa saat, Kepala Desa Lukit, Edi Gunawan memberikan kata sambutan, dilanjutkan dengan sambutan dari Head of CD RAPP, Amru Mahalli. Setelah sambutan tersebut, merekapun bubar barisan dan mengambil perlengkapan masing-masing, dan gotong royong pun dimulai.
Ada yang membersihkan halaman kantor desa, halaman Posyandu, serta halaman PAUD, ada juga yang mengecat bangunan Posyandu dan PAUD, ada yang membersihkan bangunan-bangunan tersebut dari dalam. Semua dikerjakan dengan penuh semangat, sesekali mereka bercanda satu sama lain dalam suasana yang penuh dengan keakraban.
Inilah yang namanya gotong royong kekeluargaan, yang merupakan budaya asli Indonesia, pikirku. Hujan memang sudah tidak turun lagi, tapi mentari juga enggan menampakkan diri, sepertinya langit begitu bersahabat siang itu. Meski waktu menunjukkan pukul 12 siang, namun tak sedikitpun tampak raut lelah di wajah mereka. Mungkin karena semangat dan senyum mereka, juga didukung oleh lingkungan yang tidak terik siang itu. Sungguh, sebuah pemandangan yang indah untuk dinikmati.
Setelah usai kegiatan membersihkan, acara pun dilanjutkan dengan makan bersama. Nasi yang disuguhkan disediakan dalam kotak makanan. Rupanya nasi tersebut dipersiapkan langsung oleh istri sang kepala desa dengan dibantu ibu-ibu tetangga. Kamipun makan dengan lahapnya. Duduk bersila dan berbaur dengan masyarakat hingga nasi dalam kotakpun tandas tak bersisa.
Setelah kenyang dengan santapan siang itu. Saya pun bergegas untuk melaksanakan sholat dzuhur. Setelah ditanya-tanya, ternyata untuk ke mushalla terdekat jaraknya cukup jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki. Akhirnya, saya pun memberanikan diri untuk menumpang sholat di rumah warga yang berada dekat dengan PAUD tempat kami melakukan gotong royong.
Alhamdulillah, ibu yang punya rumah mempersilahkan saya untuk sholat di kediamannya. Selesai melaksanakan sholat, saya pun beranjak ke teras depan, melewati kios kecil milik ibu Normah, ibu yang mempersilahkan saya sholat di rumahnya. Sambil mengenakan kembali sepatu sport kesayanganku, kami pun berbincang cukup lama.
Awalnya ia menanyakan dari mana asal kami yang beramai-ramai datang ke desanya. Ia juga mengatakan belum pernah melihat ada perusahaan yang mau sama-sama membersihkan tempat di desanya bersama warga desa. Tak lama berbincang, saya pun kemudian bertanya bagaimana pendapatnya mengenai pro kontra masyarakat terhadap masuk nya perusahaan.
Dan inilah jawabannya, ''Sekarang ni sunyi nak, senyap. Coba ada perusahaan masuk, kan bisa ramai. Sekarang dah turun penghasilan dari kedai,'' ujarnya. Mendengar pernyataannya itu, saya pun tertarik untuk bertanya lebih lanjut. ''Tapi Bu, jika ada perusahaan yang masuk, nanti lahan Ibu bagaimana? Katanya masih tumpang tindih dan ada yang masuk dalam wilayah konsesi perusahaan,'' ujar saya.
Lalu ia menjawab, ''Kan tak bodohlah pemerintah tu (kan pemerintah tidak bodoh, red), jika nanti perusahaan masuk kampung kami tenggelam, tak mungkin pemerintah mau perusahaan masuk sini. Kalau lahan kami, katanya ada lahan yang tidak diganggu perusahaan, tapi itu terserah kita, mau di sagu hati atau tidak,'' ujarnya.
Saya balik bertanya, ''Kenapa punya pikiran seperti itu, Bu?,'' Ia pun menjelaskan, menurut dua anaknya yang sedang merantau di Pulau Sumatera, jika ada industri di wilayah tersebut, sedikit banyak akan ada perubahan di daerah tersebut. Daerah jadi maju, banyak perkembangannya dan tidak terisolir lagi. Itulah mengapa ia senang jika perusahaan bisa masuk ke desa nya.
''Anak saya bilang, kalau ada industri, pastilah daerah tu jadi maju,'' ujarnya.
Setelah perbincangan siang itu, saya pun beranjak untuk kembali berkumpul dengan rombongan yang melaksanakan gotong royong. Terlebih dahulu saya berpamitan.
Selesai gotong royong dan makan siang, kami pun kembali berkumpul dan selanjutnya kembali lagi ke Pangkalan Kerinci dengan menumpang speedboat dan mobil yang sama. Perjalanan singkat tersebut membuka pikiran saya akan pentingnya investasi guna mendorong percepatan pembangunan khususnya di daerah-daerah yang terisolir. Hanya saja, perlu adanya tanggung jawab yang besar dan kepedulian yang berlandaskan kebutuhan masyarakat yang perlu diperhatikan oleh perusahaan.
Sementara pemerintah harus berperan menjadi pengawas yang senantiasa mengawasi dan mengontrol jalannya operasional perusahaan agar tetap dalam 'koridor'nya. Dengan begitu akan timbul win win solution, masyarakat sejahtera, pemerintah dipercaya, dan perusahaan pun bisa berjaya. (*)
Sumber : halloriau
Editor : Ananda Donie
Animasi|Artikel|Unik dan Menarik|Auto Text BB|Blog Code|Blog Info|Blog Tool|Cerita Rakyat|Cinema|
Download|P Ramlee|Mutiara Bijak|HJ-Split|Pendidikan|PTC|Sejarah|SEO|Kesehatan|Tutorial|
Idul Adha|Update Via App|Widget|Cerpen|News
Download|P Ramlee|Mutiara Bijak|HJ-Split|Pendidikan|PTC|Sejarah|SEO|Kesehatan|Tutorial|
Idul Adha|Update Via App|Widget|Cerpen|News
Copyright © 2012 by Ananda Donie. All rights reserved
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Accept criticism and suggestions from friends for the perfection of this Blog.
Hopefully this article useful,
Thank you :)